Senin, 10 Januari 2011

KENTANG BERBICARA DENGAN SEORANG PETANI SERAKAH


KENTANG BERBICARA DENGAN SEORANG PETANI SERAKAH
          Saudara-saudaraku. Konon ada seorang petani menanam banyak tanaman yang tumbuh tinggi dan kuat. Hasil panennya sepuluh kali lebih besar dari usaha yang pernah dilakukannya, tetapi dia tidak pernah memberi sedikit pun kepada orang miskin dan lapar atau kepada orang yang bekerja di lahannya. Sesungguhnya, karena hasil panennya lebih baik dari rata-rata, dia mematok harga yang sangat tinggi. Jika panennya buruk, dia terpaksa mematok harga yang rendah.
 Suatu hari bumi mengomelinya. ‘’Engkau hanya melakukan sedikit kerja, dan lihat betapa banyak aku berbuat untukmu! Namun, apakah engkau pernah membagi keuntunganmu? Tidak, engkau tidak pernah membayar para pekerjamu dengan cukup, dan engkau memungut keuntungan dari pelanggan-pelangganmu terlalu banyak.’’
Dan kemudian berkah bumi menjadi berkurang, dan pada musim tanam berikutnya, dimana seratus bibit seharusnya tumbuh, bumi hanya menghasilkan lima puluh saja. Tetapi petani itu masih menaikkan harganya, dan berkah yang diberikan bumi semakin berkurang. Selanjutnya, di musim berikutnya, dari lima puluh buah-buahan atau sayur mayur yang seharusnya tumbuh, bumi hanya menghasilkan dua puluh lima saja. Makin tinggi petani itu menaikkan harganya, semakin berkuranglah hasil bumi yang didapatkan. Akhirnya, dari semua pohon yang ada di lahannya, hanya dua pohon saja yang berbuah.
‘’Ini tidak adil!’’ keluh laki-laki itu. ‘’Aku telah berusaha begitu keras! Aku bekerja dengan sangat tekun! Mungkin tanahnya tidak begitu bagus. Mungkin bukan waktu yang tepat untuk memanen.’’ Dia kelelahan. ‘’Hampir tidak ada tanaman yang tumbuh saat ini. Betul-betul kerigian yang luar biasa!’’ dia mengeluh kepada setiap orang.
Kemudian sebutir kentang berteriak kepadanya, ‘’Hai manusia, kami tertawa saat melihatmu. Engkau hanya menanam sebiji kentang, tetapi engkau telah mendapatkan seribu kentang dalam panenmu. Tetapi, apakah pernah memberi sebanyak yang kami berikan? Engkau demikian senang, tetapi pernahkah engkau memberi sesuatu kepada si fakir miskin? Apakah engkau pernah merasa mengasihi orang-orang yang telah bekerja di ladangmu? Apakah engkau pernah menurunkan harga jual kepada seseorang? Tidak, justru engkau jual hasil panenmu baik kepada  orang kaya maupun orang miskin sepuluh kali lipat lebih mahal dari nilainya.
Kami tidak pernah mendengar orang mengatakan sesuatu yang baik tentangmu. Tidak seorang pun pernah mengatakan bahwa engkau memberi mereka sesuatu atau meningkatkan upah mereka. Kami hanya mendengar betapa besar keuntunganmu. Tetapi, meskipun engkau berlimpah keuntungan, engkau tidak pernah bermurah hati.
Pernahkah engkau katakan, ‘Ya Allah, Engkau memberiku karunia yang melimpah. Engkau telah memberiku demikian banyak?’ Pernahkah engkau menisbatkan keuntunganmu kepada Tuhan, hai manusia? Tidak, engkau tidak pernah melakukannya.
Lantas, ketika hasil panen dan keuntunganmu berkurang, engkau mulai meratapi, ‘Ini tidak adil! Tanahku tidak menghasilkan apa-apa. Tidak sesuatu pun yang tumbuh. Segala-nya tidak benar. Panenku begitu kecil, dan aku telah menderita kerugian demikian besar.’ Engkau bercerita kepada siapa saja tentang kisah sedihmu itu.
Ini adalah kejumudanmu, hai petani. Apakah engkau pernah melakukan sesuatu yang pantas? Buruh-buruhmu melakukan semua pekerjaan dan tetangga-tetanggamu membantu dengan memberi saran, sementara dirimu hanya bengong saja. Namun demikian, kami memberimu sepuluh sampai seratus kali lipat hasil panenmu. Tetapi pernahkah engkau menurunkan harga bagi orang miskin? Tidak. Dan ketika orang papa meminta sedekah kepadamu, engkau bahkan tidak pernah memberinya. Itu menyakitkan mereka, itu menyakiti kami, dan itu menyakiti bumi. Karena kebahagiaan kami berkurang, maka hasil panenmu jadi berkurang. Dan ini akan terus berkurang karena engkau tidak mngerjakan tanah dengan hati yang bersih. Pada akhirnya engkau tidak menyisakan apa pun, kecuali hanya bumi yang gersang. Inilah yang terjadi ketika engkau tidak membagikan derma. Inilah yang terjadi ketika engkau mengumpulkan segalanya untuk dirimu sendiri.
Hai petani, inilah karmamu. Engkau senang ketika semuanya berjalan lancar, tetapi segera bagian penenmu menurun, engkau mencaci-maki dan mengutuk bumi. Engkau tampaknya tidak dilahirkan sebagai manusia. Engkau mengambil segalanya untuk dirimu sendiri. Bahkan seekor gajah pun hanya mengambil bagiannya sendiri dan kemudian meninggalkan sisanya untuk yang lain. Gajah makan satu daun dan menyisakan yang lain. Ia makan sebutir buah dan meninggalkan sisanya untuk burung-burung. Tetapi engkau tidak meninggalkan apa-apa bagi siapa pun, dan karenanya pikiranmu tidak pernah puas selamanya. Sementara makhluk-makhluk yang lain puas, pikiranmu selalu menginginkan sesuatu. Engkau tidak pernah merasa cukup. Ini karena engkau tidak membuat orang lain bahagia sehingga pikiranmu merasa tidak puas.”
‘’Hai petani,’’ lanju kentang, ‘’panenmu akan menurun setimpal dengan amalmu yang menurun. Segera setelah amalmu meningkat, panenmu akan meningkat. Jika hatimu terbuka dan engkau memiliki kepedulian terhadap hidup orang lain, maka engkau akan memperoleh seratus tanaman sayuran bukannya sepuluh. Dan kalau panenmu semakin bertambah, engkau hendaknya menjualnya semakin murah.
Bumi adalah seorang ibu. Ia memberimu demikian banyak. Lihat betapa besar bumi memberimu hasil melimpah dari sebutir benih! Tuhan memberimu hasil panen ini agar engkau dapat membaginya dengan merata kepada orang lain, sedangkan engkau justru mengambilnya semua untuk dirimu sendiri.Renungkanlah hal ini! Lihatlah apa yang terjadi ketika engkau mengambil segalanya untuk dirimu sendiri? Kalau engkau mengubah sikapmu, maka bumi akan meningkatkan hasil panenmu lagi, dan semua kehidupan akan membuka hatinya untukmu.
Jangan mengeluh seperti ini, duhai petani. Jangan mengatakan bahwa engkau telah bekerja keras tetapi panenmu gagal. Pahamilah apa yang telah terjadi dan mohon ampunlah! Jika engkau dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan orang lain, maka kebutuhanmu akan terpuaskan.’’ Inilah yang dikatakan kentang kepada petani yang rakus itu.
Tuhan memberi kita begitu banyak. Ketika Dia memberi kita segenggam sesuatu, kita harus memberi paling tidak separo atau seperempat darinya kepada orang lain. Jika Dia memberi kita dua genggam, maka kita harus memberi satu genggamnya. Jika Dia memberi empat, maka kita harus memberi dua genggam. Jika kita membaginya dengan cara seperti ini, kehidupan kita akan dihargai, kebajikan kita akan dihargai, dan kita akan meraih ketenangan. Kita akan mengetahui kedamaian dalam jiwa dunia ini.
Jika manusia menyadari hal ini dalam setiap kehidupannya, jika dia peduli terhadap orang lain seperti halnya dia peduli terhadap diri sendiri dan menjalankan kewajibannya, maka bumi akan bahagia, pohon-pohon akan bahagia, binatang-binatang akan bahagia, dan semua hati akan menjadi damai dan sejuk. Selanjutnya dia akan mendapatkan kekayaan terpendam yang berasal dari kedamaian dan ketenangan itu. Tetapi jika hati orang lain terluka, hatinya juga akan terluka, dan akhirnya dia akan sedih. Cobalah renungkan hal ini. Berusahalah memikirkan hal ini. Berusahalah memahami apa yang dikatakan kentang kepada petani di atas.[1]            


[1]  Muhaiyaddeen, M. Rahim Bawa, ‘’Kebun Ma’rifat 1’’, Surabaya: Syafaat, hal. 203.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger